Daftar isi [ Tampil ]
Perjanjian Giyanti merupakan perjanjian yang sedikit banyak membawa nestapa dan kesedihan bagi orang jawa terutama penduduk kerajaan mataram. Bagaimana tidak, perjanjian ini selain membelah jawa menjadi dua bagian, juga merupakan penanda keserakahan nafsu manusia yang haus untuk menjadi penguasa dan ketidakmampuan pemimpin melawan penjajah dan monopolinya. Apa yang mendasari terjadinya Perjanjian Giyanti ini? Dan Apa sajakah peristiwa-peristiwa bersejarah yang mengiringi munculnya perjanjian ini?
Sejarah dan Latar Belakang Perjanjian Giyanti
Munculnya perjanjian ini diawali dari perebutan kekuasaan kerajaan mataram yang berada di wilayah Surakarta. Amangkurat IV yang pada tahun 1719 memimpin Kasunanan Surakarta memiliki beberapa putra. Salah satu putranya bernama Arya Mangkunegara yang dikandidatkan sebagai penerus Amangkurat IV. Karena sifatnya yang pembangkang dan sering menentang Belanda, dalam hal ini VOC, membuat ia dibuang dan diasingkan ke Srilanka hingga meninggal dunia.
VOC mengangkat Prabasuyasa atau Pakubuwana II yaitu adik Arya Mangkunegara sebagai pengganti Amangkurat IV. Namun saudara Pakubuwana II lainnya yang bernama Raden Mangkubumi keberatan dan merasa lebih berhak untuk mendapatkan tahta. Disamping itu, Raden Mas Said yang merupakan putra Arya Mangkunegara juga merasakan tidak setuju dengan pengangkatan VOC tersebut. ia menilai bahwa dirinyalah yang lebih berhak atas tahta karena ayahnya adalah pewaris utama yang sebenarnya.
Perseteruan terjadi antara dua kubu. Kubu pertama yaitu Pakubuwana II yang didukung oleh pemerintahan VOC yang berkuasa, dan kubu kedua adalah persekutuan antara Raden Mas Said dan Mangkubumi. Penggabungan dua kekuatan ini membuat kasunanan Surakarta menjadi gentar. Dalam keadaan yang genting, Pakubuwana II sakit keras kemudian meninggal dunia pada 20 desember 1979. Namun sebelum meninggal, VOC telah mendesak Pakubuwana II untuk menandatangani surat yang memberikan kewenangan pada VOC untuk mengangkat raja baru. Dan VOC menunjuk anak Pakubuwana II yaitu Raden Mas Soerjadi atau Pakubowono III sebagai raja pengganti.
Mendengar kematian Pakubuwono II, Mangkubumi segera menobatkan diri menjadi Pakubuwono III. Itulah mengapa ada dua orang yang menggunakan gelar Pakubuwono III pada saat itu. VOC yang merasa gerah dengan perlawanan Raden Mas Said dan Mangkubumi, merasa harus menggunakan jalan belakang untuk meredam arus perlawanan mereka. Dengan cara menghasut dan memecah belah, VOC berhasil menjauhkan Raden Mas Said dari Mangkubumi.
Pada tanggal 22-23 november 1974, VOC mengirim utusan yang bernama Hartingh untuk membujuk dan mempengaruhi Mangkubumi. Dalam pertemuan tersebut, dengan tipu daya dan janji akan diberikan kekuasaan atau pembagian wilayah, meskipun berjalan sedikit alot, Mangkubumi berhasil ditaklukkan. Kemenangan yang sebenarnya berada di tangan VOC karena dalam waktu singkat, VOC dapat membungkam dan menundukkan Mangkubumi.
Waktu dan Lokasi Perjanjian Giyanti
Lokasi perjanjian giyanti via https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Ringin_Jantiharjo.jpg&filetimestamp=20080831160335& |
Perjanjian ini dibuat dengan dasar kesepakatan antara Mangkubumi dan VOC yang sebelumnya telah dibicarakan yaitu mengenai pembagian wilayah yang akan diberikan kepada Mangkubumi. Dalam hal ini, VOC mengambil peranan sebagai inisiator dan juga mediator, namun pada dasarnya, kasunanan Surakarta yang menjadi objek perseteruan telah dikuasai sepenuhnya oleh VOC. Dan Perjanjian Giyanti ini lebih banyak memberikan keuntungan bagi VOC karena secara sekaligus dapat menguasai Mangkubumi.
Tokoh-tokoh Perjanjian Giyanti
Ada beberapa tokoh penting dalam proses terjadinya Perjanjian Giyanti yaitu
- Pangeran Mangkubumi
Adalah salah satu anak dari Amangkurat IV yang merasa bahwa dirinya adalah pewaris tahta yang seharusnya memegang tampuk kekuasaan. Mangkubumi pernah pergi menghadap ke VOC dan meminta untuk diangkat menjadi raja namun ditolak. Hal inilah yang lantas semakin memicu keinginannya untuk naik tahta.
- Raden Mas Said
Adalah cucu dari Amangkurat IV yaitu yang merupakan anak dari Arya Mangkunegara yang pada saat itu dibuang dan diasingkan oleh VOC ke Srilanka. Raden Mas Said juga mengklaim dirinya sebagai orang yang paling berhak atas tahta kerajaan karena ayahnya merupakan kandidat penerus yang utama.
- VOC yang dalam hal ini diwakili oleh N. Hartingh
Bangsa Indonesia kala itu sedang dalam masa penjajahan belanda. Segala macam upaya dilakukan oleh belanda dalam hal ini VOC sebagai pemerintahan setempat untuk bisa menguasai baik manusia atau hasil alam Indonesia. Hadirnya VOC sebagai inisiator dan mediator perjanjian adalah tidak lain untuk meredakan perlawanan Mangkubumi yang bisa berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari.
Naskah Perjanjian Giyanti
Naskah Perjanjian Giyanti via wikipedia |
Isi Perjanjian Giyanti
Ada 9 pasal dalam Perjanjian Giyanti yang ditandatangani oleh Mangkubumi dan VOC ini yaitu
- Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai raja di kesultanan baru dengan gelar Sultan Hamengkuwubono Senapati Ing Alaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah yang berkuasa atas beberapa bagian wilayah dari Kasultanan Mataram yang diberikan kepada Beliau dengan hak turun-temurun pada anak cucunya, khususnya dalam hal ini Pangeran Adipati Anom Bendoro Raden Mas Sundoro.
- Sultan akan selalu menjembatani kerjasama antara rakyat yang setia pada kesultanan dan rakyat yang bekerja pada VOC.
- Pepatih dalem dan para bupati harus melakukan sumpah setia pada VOC di tangan gubernur sebelum melaksanakan tugasnya.
- Dalam hal pengangkatan dan pemberhentian pepatih dalem dan bupati, Sultan harus mendapatkan persetujuan VOC terlebih dahulu.
- Sri Sultan tidak akan menghukum dan memberikan pengampunan kepada bupati yang pada saat perang terjadi berada di pihak VOC.
- VOC akan tetap memiliki dan menguasai pulau Madura dan daerah pesisir yang dahulu telah diserahkan oleh Pakubuwana II dan Sultan tidak akan menuntut hak apapun, namun sebagai gantinya VOC akan membayar 10.000 real setiap tahunnya.
- Jika terjadi situasi genting dimana Pakubuwana III membutuhkan bantuan, maka Sri Sultan harus selalu siap sedia memberikan bantuan.
- Semua bahan pangan yang diproduksi oleh kesultanan harus dijual pada VOC dengan harga yang disepakati oleh VOC.
- Sri Sultan berjanji tidak akan mengingkari segala macam perjanjian yang telah dibuat oleh penguasa sebelumnya dengan VOC dan akan selalu mematuhinya, khususnya perjanjian yang dilakukan pada tahun 1705, 1733, 1743, 1746 dan 1749.
Dampak Perjanjian Giyanti
Perjanjian yang dilakukan ini menimbulkan dampak yang sangat merugikan terutama bagi bangsa Indonesia. Bagaimana tidak, perjanjian yang berat sebelah ini sama sekali tidak mendatangkan keuntungan selain perolehan wilayah yang akan diterima oleh Mangkubumi. Dalam beberapa pasal, terlihat bahwa VOC turut campur dalam pengaturan kekuasaan yang seharusnya adalah wewenang kesultanan seperti mengangkat dan memberhentikan pepatih dalem dan para bupati dan pengampunan kepada bupati yang jelas membela VOC.
Perjanjian ini tidak serta merta menghentikan kerusuhan akibat perebutan kekuasaan yang terjadi. Raden Mas Said merasa dikhianati dengan adanya perjanjian yang hanya dilakukan oleh Mangkubumi dan VOC ini. Kelak, perpecahan mataram akan terjadi lagi. Namun bagi VOC, perjanjian ini merupakan titik kemenangan dimana mereka dapat sekaligus membangun aliansi baru untuk menumpas pemberontakan dan juga memonopoli perdagangan.
Itulah tadi sekilas tentang Perjanjian Giyanti yang menjadi puncak perpecahan kerajaan mataram. Belanda berhasil memainkan taktik adu dombanya dalam memecah persatuan dan kesatuan bangsa. Semoga uraian diatas dapat dijadikan pelajaran dan tambahan ilmu pengetahuan.
Post a Comment
Post a Comment