Daftar isi [ Tampil ]
Salah satu perjanjian tertua di Indonesia adalah Perjanjian Bongaya yang disepakati pada abad 17 ketika kolonialisme dan imperialisme Barat terjadi di Indonesia. Perjanjian ini merupakan sebuah perjanjian perdamaian yang disepakati antara Kesultanan Gowa dan pemerintah Hindia Belanda. Kesultanan Gowa pada masa itu dipimpin oleh Sultan Hasanudin.
Makassar dahulunya terdiri dari dua kerajaan besar yaitu Kerajaan Gowa Tallo dan Kerajaan Bone. Dahulunya, Makassar merupakan jalur pelayaran yang strategis serta merupakan wilayah yang kaya akan rempah-rempah. Kerajaan Makassar mencapai puncak kejayaan ketika dipimpin oleh Sultan Hasanudin yang mampu menguasai jalur perdagangan Indonesia bagian timur.
Ketika VOC atau pemerintah Belanda datang, perang Makassar terjadi karena Belanda ingin merebut kota niaga bernama Somba Opu. Peperangan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Belanda menggunakan taktik politik adu domba antara Kerajaan Gowa Tallo dengan Kerajaan Bone. Tujuannya adalah untuk mengakhiri peperangan sekaligus memanfaatkan keadaan.
Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi terjadinya Perjanjian Bongaya. Belanda memaksa Kerajaan Makassar untuk menyerah. Dengan ditanda tanganinya perjanjian tersebut oleh Sultan Hasanudin, maka perjanjian tersebut juga berarti sebagai deklarasi kekalahan kesultanan Gowa. Isinya sangat merugikan Makassar karena berisi sejumlah pengesahan monopoli perdagangan.
Perjanjian ini ditandatangani di desa bernama Bongaya yang kemudian di ambil untuk menamakan perjanjian tersebut. Perjanjian ditandatangani oleh Sultan Hasanudin dan Laksamana Cornelis Speelmen pada tanggal 18 November 1667.
Perjanjian Bongaya terdiri dari tiga puluh kesepakatan. Diantaranya adalah:
Disepakatinya Perjanjian Bongaya berdampak pada kerugian bagi Kerajaan Makassar. Berlakunya perjanjian Bongaya berarti bahwa VOC Belanda memonopoli perdagangan yang merugikan Kerajaan Makassar. Wilayah Makassar berdasarkan perjanjian juga semakin sempit. Ganti rugi yang harus dibayarkan juga sangat berat.
Karena dinilai sangat merugikan rakyat Makassar dan hanya menguntungkan VOC saja, maka perlawanan mulai timbul. Peperangan rakyat Makassar melawan VOC dipimpin pertama kalinya oleh Mapasomba.
Latar Belakang dan Sejarah Perjanjian Bongaya
latar belakang perjanjian bongaya, via butonmagz.id |
Ketika VOC atau pemerintah Belanda datang, perang Makassar terjadi karena Belanda ingin merebut kota niaga bernama Somba Opu. Peperangan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Belanda menggunakan taktik politik adu domba antara Kerajaan Gowa Tallo dengan Kerajaan Bone. Tujuannya adalah untuk mengakhiri peperangan sekaligus memanfaatkan keadaan.
Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi terjadinya Perjanjian Bongaya. Belanda memaksa Kerajaan Makassar untuk menyerah. Dengan ditanda tanganinya perjanjian tersebut oleh Sultan Hasanudin, maka perjanjian tersebut juga berarti sebagai deklarasi kekalahan kesultanan Gowa. Isinya sangat merugikan Makassar karena berisi sejumlah pengesahan monopoli perdagangan.
Perjanjian ini ditandatangani di desa bernama Bongaya yang kemudian di ambil untuk menamakan perjanjian tersebut. Perjanjian ditandatangani oleh Sultan Hasanudin dan Laksamana Cornelis Speelmen pada tanggal 18 November 1667.
Isi Perjanjian Bongaya
isi perjanjian bongaya, via satujam.com |
- Berlakunya perjanjian yang ditandatangani oleh Karaeng Popo, pemerintah Makassar dan Dean Hindia Belanda yang disepakati pada tanggal 19 Agustus 1960 serta perjanjian antara Makassar dengan Jacob Cau 2 Desember 1960.
- Pejabat Kompeni harus diserahkan kembali ke Laksamana.
- Semua harta benda seperti meriam, uang dan barang-barang lain di kapal Walvisch dan Leeuwin diserahkan kepada Belanda.
- Mengadili dan menghukum orang-orang yang membunuh orang Belanda dengan hukuman yang setimpal.
- Raja Makassar harus mengganti rugi dan seluruh hutang kepada Belanda.
- Semua orang Portugis dan Inggris harus diusir dari wilayah Makassar dan tidak boleh melakukan perdagangan.
- Kompeni Belanda merupakan satu-satunya yang boleh berdagang di Makassar.
- Kompeni bebas bea pajak baik impor maupun ekspor.
- Pemerintah dan rakyat Makassar tidak diperkenankan berlayar kecuali ke Bali, Jawa dan Kalimantan. Untuk berlayar harus disertai izin dari Komandan Belanda.
- Benteng-benteng di sepanjang pantai Makassar harus dihancurkan.
- Benteng Ujung Pandang harus diserahkan kepada Belanda sekaligus dsa dan tanah di wilayah tersebut.
- Koin Belanda diberlakukan di Makassar.
- Raja dan Bangsawan Makassar harus mengirim uang ke Batavia dalam waktu tertentu.
- Raja-raja dan bangsawan Makassar tidak diperkenankan mencampuri urusan Bima.
- Raja Bima sekaligus Karaeng Bontomarannu dihukum oleh Kompeni.
- Kompensasi perang Sultan Butung.
- Gowa melepas keinginannya untuk menguasai beberapa wilayah yang mulanya dimiliki Ternate. Sultan Ternate mengembalikan meriam dan senapan.
- Gowa meninggalkan kekuasaan atas Bugis dan Luwu.
- Raja Layo, Bangkala, dan Turtea sekaligus tanah-tanah mereka harus dilepaskan.
- Negeri yang ditaklukkan kompeni berarti tanahnya milik kompeni.
- Pemerintah Gowa meninggalkan Wajo, Bulo-Bulo dan Mandar sekaligus menghentikan bantuan.
- Perjanjian mengenai kehidupan pasca nikah laki-laki Bugis dan perempuan Makassar.
- Gowa hanya membuka akses terhadap kompeni dan membantu kompeni melawan musuh.
- Persahabatan antara raja-raja Makassar harus terjalin.
- Kapten Belanda akan menjadi penengah ketika terjadi sengketa diantara sekutu. Jika alah satu pihak tidak bersepakat maka semua anggota sekutu akan menindaklanjuti dengan tindakan yang setimpal.
- Raja-raja Makassar harus mengirimkan dua orang ke Batavia untuk menyerahkan perjanjian ini setelah ditandatangani disumpah dan dibubuhi cap. Jika perjanjian disetujui oleh Gubernur dan Jenderal Hindia Belanda, mereka dapat menahan dua pangeran sebagai sandera. Gubernur dan Jenderal berhak memilih pangeran sesuka mereka untuk ditahan.
- Orang Inggris dikirim ke Batavia (Penjelasan Pasal 6)
- Raja Bima dan Karang seperti pasal 15, jika ditemukan dalam jangka waktu 10 hari maka putranya harus ditahan.
- Pemerintah Gowa membayar ganti rugi baik dalam bentuk barang, uang maupun emas.
- Raja Makassar dan bangsawan lain serta Laksamana bersumpah untuk menandatangani perjanjian ini atas nama Tuhan yang Suci pada Jumat, 18 November tahun 1667.
Dampak Perjanjian Bongaya
Disepakatinya Perjanjian Bongaya berdampak pada kerugian bagi Kerajaan Makassar. Berlakunya perjanjian Bongaya berarti bahwa VOC Belanda memonopoli perdagangan yang merugikan Kerajaan Makassar. Wilayah Makassar berdasarkan perjanjian juga semakin sempit. Ganti rugi yang harus dibayarkan juga sangat berat.
Karena dinilai sangat merugikan rakyat Makassar dan hanya menguntungkan VOC saja, maka perlawanan mulai timbul. Peperangan rakyat Makassar melawan VOC dipimpin pertama kalinya oleh Mapasomba.
Post a Comment
Post a Comment